formasi Bisnis Khas Daerah

Carica adalah sejenis tanaman pepaya mini yang banyak tumbuh di Dataran Tinggi Dieng. pada waktu lalu, tanaman ini juga ditemukan di daerah Batu, Malang, Jawa Timur. Termasuk dalam Family Caricaceae genus Vasconcellea. Bentuk buah nya seperti buah coklat (cocoa) tapi warna dan texturenya mirip dengan pepaya tetapi lebih kecil kira-kira seukuran kepalan tangan. Daging buah harum dan berwarna kuning kepucatan dan jika dimakan cenderung asam rasanya. Getahnya bisa terasa sangat gatal jika tersentuh kulit. Carica jarang dimakan langsung dan lebih tepat jika dibuat manisan.

Di Wonosobo, buah ini biasa dijadikan manisan dan dijual sebagai buah tangan. Karena hanya dijual dalam bentuk manisan, tidak dalam bentuk segarnya, rupa buah ini misterius. Lebih misterius lagi karena pohonnya hanya bisa tumbuh di lereng bagian atas gunung Dieng. Bentuknya mirip pepaya tapi ukurannya mini. Aromanya superwangi. Buah ini dikenal dengan tiga nama: kates, gandul (dengan bunyi “d” seperti pada dengkul), dan carica (baca: karika). Sebagian orang membacanya dengan bunyi “c” seperti pada cerutu. Dalam bahasa Jawa, kates dan gandul sama-sama berarti pepaya, Carica papaya.

Di lereng gunung dieng Carica seolah-olah tidak mau bertemu dengan saudaranya, pepaya. Di lereng gunung bagian atas, pepaya sulit tumbuh sementara carica gampang. Sebaliknya, di lereng bagian bawah, pepaya gampang tumbuh sedangkan carica tidak. Karena keunikan ini, carica tumbuh paling subur di kawasan puncak Dieng seperti di Desa Sikunang dan Sembungan. Dua desa ini berada di wilayah tertinggi di Dieng, di atas lokasi wisata Telaga Warna. Dieng sendiri merupakan gunung yang berpenghuni sampai di titik tertinggi, 2.565 m di atas permukaan laut (dpl). Berbeda dengan kebanyakan gunung lain seperti Merapi yang hanya berpenghuni di lereng bagian bawah.

Sekilas pohon ini tampak seperti pepaya yang kita kenal. Batangnya sama, daunnya tak beda, bunganya pun serupa. Jika tidak sedang berbuah, pohon ini sulit dibedakan dengan pepaya. Bentuk buahnya imut-imut. Tidak bulat seperti pepaya tapi bersudut lima, mirip belimbing yang montok. Ukuran dan bentuknya hampir sama dengan buah cokelat. Letaknya berdompol-dompol di batang bagian ujung. Satu dompol biasanya berisi belasan buah. Satu pohon bisa berbuah puluhan hingga ratusan. Bobot satu buah carica biasanya hanya sekitar satu ons. Jauh lebih kecil daripada pepaya. Satu kilogram carica bisa berisi 10 – 15 buah. Saat mulai matang, warna kulit buahnya berubah menjadi kuning oranye. Masih sama seperti pepaya. Perbedaan paling mencolok adalah baunya. Aromanya betul-betul harum, jauh lebih harum daripada aroma pepaya matang. Lebih-lebih jika kulit buahnya dilukai lebih dulu. Sedikit berbeda dengan pepaya, batang pohon carica bisa mempunyai banyak cabang. Satu pohon bisa mempunyai belasan cabang. Semakin banyak cabangnya, semakin banyak buahnya sebab buah berdompol di cabang-cabang bagian ujung. Jika cabangnya dipotong, tunas baru akan segera muncul di bagian yang terpotong itu. Diameter lingkar batangnya bisa dua kali lebih besar daripada batang pepaya.

Adapun yang dapat dimakan dari buah carica hanya daging bagian dalamnya. Itu pun jumlahnya tidak seberapa banyak. Apalagi saat dimakan, bijinya sulit dipisahkan dari dagingnya. Hanya daging bagian dalam inilah yang enak untuk dimakan. Manis, sangat harum, dan sedikit masam. Tapi jika bijinya ikut tergigit, maka rasa manis itu akan terganggu oleh rasa getir. Biji carica berasa pahit seperti biji pepaya. Saat masih mentah, bijinya berwarna merah. Begitu matang, bijinya menjadi hitam.

Proses pembuatan manisan carica yaitu daging luarnya yang hambar dipotong-potong lalu direbus dengan gula, bersama daging bagian dalamnya yang manis dan harum. Setelah dikemas dalam wadah beling atau plastik, manisan carica dijual di toko-toko penjual makanan khas Wonosobo, bersama keripik jamur dan kacang dieng. Penjualannya tidak hanya di Wonosobo, tapi juga sampai di kota-kota besar macam Semarang, Yogyakarta, dan Jakarta.

Sayangnya, proses perebusan itu menghilangkan sebagian besar aroma carica yang khas. Daging buahnya memang menjadi manis karena tambahan gula tapi aroma manisan tidak seharum buahnya saat masih segar. Meski demikian, manisan carica tetap terasa segar. Sesegar udara Dieng saat cerah.

Manisan Carica adalah komoditi khas daerah dataran tinggi Dieng dan Wonosobo. Biasanya dijual dalam botol-botol selai ukuran 230 dan 350 gram. Setelah jadi manisan rasanya manis dan texturenya seperti buah mangga. Adapun yang istimewa adalah saus atau air manisan yang terbuat dari biji Carica. Selain manis, aromanya sangat harum dan mengundang selera. Manisan Carica adalah oleh-oleh istimewa khas wonosobo dan dataran tinggi Dieng.

Sebenarnya jika di kelola dengan baik, industri Carica bisa jadi salah satu ciri khas daerah Wonosobo sekaligus menjadi brand kedua bagi daerah wisata di dataran tinggi dieng. Dulu produk Carica sempat diproduksi masal oleh sebuah pabrik besar, tapi sejak krisis moneter tahun 1998, pabrik itu bangkrut. Kini industri Carica dijalankan dalam skala kecil (industri rumah tangga) oleh beberapa perusahaan di Wonosobo.

Carica adalah sejenis tanaman pepaya mini yang banyak tumbuh di Dataran Tinggi Dieng. pada waktu lalu, tanaman ini juga ditemukan di daerah Batu, Malang, Jawa Timur. Termasuk dalam Family Caricaceae genus Vasconcellea. Bentuk buah nya seperti buah coklat (cocoa) tapi warna dan texturenya mirip dengan pepaya tetapi lebih kecil kira-kira seukuran kepalan tangan. Daging buah harum dan berwarna kuning kepucatan dan jika dimakan cenderung asam rasanya. Getahnya bisa terasa sangat gatal jika tersentuh kulit. Carica jarang dimakan langsung dan lebih tepat jika dibuat manisan.

Di Wonosobo, buah ini biasa dijadikan manisan dan dijual sebagai buah tangan. Karena hanya dijual dalam bentuk manisan, tidak dalam bentuk segarnya, rupa buah ini misterius. Lebih misterius lagi karena pohonnya hanya bisa tumbuh di lereng bagian atas gunung Dieng. Bentuknya mirip pepaya tapi ukurannya mini. Aromanya superwangi. Buah ini dikenal dengan tiga nama: kates, gandul (dengan bunyi “d” seperti pada dengkul), dan carica (baca: karika). Sebagian orang membacanya dengan bunyi “c” seperti pada cerutu. Dalam bahasa Jawa, kates dan gandul sama-sama berarti pepaya, Carica papaya.

Di lereng gunung dieng Carica seolah-olah tidak mau bertemu dengan saudaranya, pepaya. Di lereng gunung bagian atas, pepaya sulit tumbuh sementara carica gampang. Sebaliknya, di lereng bagian bawah, pepaya gampang tumbuh sedangkan carica tidak. Karena keunikan ini, carica tumbuh paling subur di kawasan puncak Dieng seperti di Desa Sikunang dan Sembungan. Dua desa ini berada di wilayah tertinggi di Dieng, di atas lokasi wisata Telaga Warna. Dieng sendiri merupakan gunung yang berpenghuni sampai di titik tertinggi, 2.565 m di atas permukaan laut (dpl). Berbeda dengan kebanyakan gunung lain seperti Merapi yang hanya berpenghuni di lereng bagian bawah.

Sekilas pohon ini tampak seperti pepaya yang kita kenal. Batangnya sama, daunnya tak beda, bunganya pun serupa. Jika tidak sedang berbuah, pohon ini sulit dibedakan dengan pepaya. Bentuk buahnya imut-imut. Tidak bulat seperti pepaya tapi bersudut lima, mirip belimbing yang montok. Ukuran dan bentuknya hampir sama dengan buah cokelat. Letaknya berdompol-dompol di batang bagian ujung. Satu dompol biasanya berisi belasan buah. Satu pohon bisa berbuah puluhan hingga ratusan. Bobot satu buah carica biasanya hanya sekitar satu ons. Jauh lebih kecil daripada pepaya. Satu kilogram carica bisa berisi 10 – 15 buah. Saat mulai matang, warna kulit buahnya berubah menjadi kuning oranye. Masih sama seperti pepaya. Perbedaan paling mencolok adalah baunya. Aromanya betul-betul harum, jauh lebih harum daripada aroma pepaya matang. Lebih-lebih jika kulit buahnya dilukai lebih dulu. Sedikit berbeda dengan pepaya, batang pohon carica bisa mempunyai banyak cabang. Satu pohon bisa mempunyai belasan cabang. Semakin banyak cabangnya, semakin banyak buahnya sebab buah berdompol di cabang-cabang bagian ujung. Jika cabangnya dipotong, tunas baru akan segera muncul di bagian yang terpotong itu. Diameter lingkar batangnya bisa dua kali lebih besar daripada batang pepaya.

Adapun yang dapat dimakan dari buah carica hanya daging bagian dalamnya. Itu pun jumlahnya tidak seberapa banyak. Apalagi saat dimakan, bijinya sulit dipisahkan dari dagingnya. Hanya daging bagian dalam inilah yang enak untuk dimakan. Manis, sangat harum, dan sedikit masam. Tapi jika bijinya ikut tergigit, maka rasa manis itu akan terganggu oleh rasa getir. Biji carica berasa pahit seperti biji pepaya. Saat masih mentah, bijinya berwarna merah. Begitu matang, bijinya menjadi hitam.

Proses pembuatan manisan carica yaitu daging luarnya yang hambar dipotong-potong lalu direbus dengan gula, bersama daging bagian dalamnya yang manis dan harum. Setelah dikemas dalam wadah beling atau plastik, manisan carica dijual di toko-toko penjual makanan khas Wonosobo, bersama keripik jamur dan kacang dieng. Penjualannya tidak hanya di Wonosobo, tapi juga sampai di kota-kota besar macam Semarang, Yogyakarta, dan Jakarta.

Sayangnya, proses perebusan itu menghilangkan sebagian besar aroma carica yang khas. Daging buahnya memang menjadi manis karena tambahan gula tapi aroma manisan tidak seharum buahnya saat masih segar. Meski demikian, manisan carica tetap terasa segar. Sesegar udara Dieng saat cerah.

Manisan Carica adalah komoditi khas daerah dataran tinggi Dieng dan Wonosobo. Biasanya dijual dalam botol-botol selai ukuran 230 dan 350 gram. Setelah jadi manisan rasanya manis dan texturenya seperti buah mangga. Adapun yang istimewa adalah saus atau air manisan yang terbuat dari biji Carica. Selain manis, aromanya sangat harum dan mengundang selera. Manisan Carica adalah oleh-oleh istimewa khas wonosobo dan dataran tinggi Dieng.

Sebenarnya jika di kelola dengan baik, industri Carica bisa jadi salah satu ciri khas daerah Wonosobo sekaligus menjadi brand kedua bagi daerah wisata di dataran tinggi dieng. Dulu produk Carica sempat diproduksi masal oleh sebuah pabrik besar, tapi sejak krisis moneter tahun 1998, pabrik itu bangkrut. Kini industri Carica dijalankan dalam skala kecil (industri rumah tangga) oleh beberapa perusahaan di Wonosobo.

Carica adalah sejenis tanaman pepaya mini yang banyak tumbuh di Dataran Tinggi Dieng. pada waktu lalu, tanaman ini juga ditemukan di daerah Batu, Malang, Jawa Timur. Termasuk dalam Family Caricaceae genus Vasconcellea. Bentuk buah nya seperti buah coklat (cocoa) tapi warna dan texturenya mirip dengan pepaya tetapi lebih kecil kira-kira seukuran kepalan tangan. Daging buah harum dan berwarna kuning kepucatan dan jika dimakan cenderung asam rasanya. Getahnya bisa terasa sangat gatal jika tersentuh kulit. Carica jarang dimakan langsung dan lebih tepat jika dibuat manisan.

Di Wonosobo, buah ini biasa dijadikan manisan dan dijual sebagai buah tangan. Karena hanya dijual dalam bentuk manisan, tidak dalam bentuk segarnya, rupa buah ini misterius. Lebih misterius lagi karena pohonnya hanya bisa tumbuh di lereng bagian atas gunung Dieng. Bentuknya mirip pepaya tapi ukurannya mini. Aromanya superwangi. Buah ini dikenal dengan tiga nama: kates, gandul (dengan bunyi “d” seperti pada dengkul), dan carica (baca: karika). Sebagian orang membacanya dengan bunyi “c” seperti pada cerutu. Dalam bahasa Jawa, kates dan gandul sama-sama berarti pepaya, Carica papaya.

Di lereng gunung dieng Carica seolah-olah tidak mau bertemu dengan saudaranya, pepaya. Di lereng gunung bagian atas, pepaya sulit tumbuh sementara carica gampang. Sebaliknya, di lereng bagian bawah, pepaya gampang tumbuh sedangkan carica tidak. Karena keunikan ini, carica tumbuh paling subur di kawasan puncak Dieng seperti di Desa Sikunang dan Sembungan. Dua desa ini berada di wilayah tertinggi di Dieng, di atas lokasi wisata Telaga Warna. Dieng sendiri merupakan gunung yang berpenghuni sampai di titik tertinggi, 2.565 m di atas permukaan laut (dpl). Berbeda dengan kebanyakan gunung lain seperti Merapi yang hanya berpenghuni di lereng bagian bawah.

Sekilas pohon ini tampak seperti pepaya yang kita kenal. Batangnya sama, daunnya tak beda, bunganya pun serupa. Jika tidak sedang berbuah, pohon ini sulit dibedakan dengan pepaya. Bentuk buahnya imut-imut. Tidak bulat seperti pepaya tapi bersudut lima, mirip belimbing yang montok. Ukuran dan bentuknya hampir sama dengan buah cokelat. Letaknya berdompol-dompol di batang bagian ujung. Satu dompol biasanya berisi belasan buah. Satu pohon bisa berbuah puluhan hingga ratusan. Bobot satu buah carica biasanya hanya sekitar satu ons. Jauh lebih kecil daripada pepaya. Satu kilogram carica bisa berisi 10 – 15 buah. Saat mulai matang, warna kulit buahnya berubah menjadi kuning oranye. Masih sama seperti pepaya. Perbedaan paling mencolok adalah baunya. Aromanya betul-betul harum, jauh lebih harum daripada aroma pepaya matang. Lebih-lebih jika kulit buahnya dilukai lebih dulu. Sedikit berbeda dengan pepaya, batang pohon carica bisa mempunyai banyak cabang. Satu pohon bisa mempunyai belasan cabang. Semakin banyak cabangnya, semakin banyak buahnya sebab buah berdompol di cabang-cabang bagian ujung. Jika cabangnya dipotong, tunas baru akan segera muncul di bagian yang terpotong itu. Diameter lingkar batangnya bisa dua kali lebih besar daripada batang pepaya.

Adapun yang dapat dimakan dari buah carica hanya daging bagian dalamnya. Itu pun jumlahnya tidak seberapa banyak. Apalagi saat dimakan, bijinya sulit dipisahkan dari dagingnya. Hanya daging bagian dalam inilah yang enak untuk dimakan. Manis, sangat harum, dan sedikit masam. Tapi jika bijinya ikut tergigit, maka rasa manis itu akan terganggu oleh rasa getir. Biji carica berasa pahit seperti biji pepaya. Saat masih mentah, bijinya berwarna merah. Begitu matang, bijinya menjadi hitam.

Proses pembuatan manisan carica yaitu daging luarnya yang hambar dipotong-potong lalu direbus dengan gula, bersama daging bagian dalamnya yang manis dan harum. Setelah dikemas dalam wadah beling atau plastik, manisan carica dijual di toko-toko penjual makanan khas Wonosobo, bersama keripik jamur dan kacang dieng. Penjualannya tidak hanya di Wonosobo, tapi juga sampai di kota-kota besar macam Semarang, Yogyakarta, dan Jakarta.

Sayangnya, proses perebusan itu menghilangkan sebagian besar aroma carica yang khas. Daging buahnya memang menjadi manis karena tambahan gula tapi aroma manisan tidak seharum buahnya saat masih segar. Meski demikian, manisan carica tetap terasa segar. Sesegar udara Dieng saat cerah.

Manisan Carica adalah komoditi khas daerah dataran tinggi Dieng dan Wonosobo. Biasanya dijual dalam botol-botol selai ukuran 230 dan 350 gram. Setelah jadi manisan rasanya manis dan texturenya seperti buah mangga. Adapun yang istimewa adalah saus atau air manisan yang terbuat dari biji Carica. Selain manis, aromanya sangat harum dan mengundang selera. Manisan Carica adalah oleh-oleh istimewa khas wonosobo dan dataran tinggi Dieng.

Sebenarnya jika di kelola dengan baik, industri Carica bisa jadi salah satu ciri khas daerah Wonosobo sekaligus menjadi brand kedua bagi daerah wisata di dataran tinggi dieng. Dulu produk Carica sempat diproduksi masal oleh sebuah pabrik besar, tapi sejak krisis moneter tahun 1998, pabrik itu bangkrut. Kini industri Carica dijalankan dalam skala kecil (industri rumah tangga) oleh beberapa perusahaan di Wonosobo

Tinggalkan komentar